Minggu, 04 Desember 2011

Hakekat Matematika dan Pembelajaran Matematika

Oleh : Ikfan Febriyana
10313244016
Mathematics Education 2010

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980 :148).
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Pengalaman diperoleh dengan cara pengindraan, kemudian terjadi proses representasi yaitu suatu proses dimana seseorang dapat menceritakan kembali pengalamannya. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atua notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.
Pada dasarnya matematika adalah pengetahuan. Hakekat pengetahuan menurut Immanuel Kant ialah menceritakan kembali pengalaman (representation) -> kesiapan (perception) -> pengetahuan (knowledge) -> konsep (concept) -> kemurnian (pure) -> penilaian (judgement). Pengetahuan akan diperoleh dari logika dan pngalaman. Logika itu adalah sebuah kepastian. Sedangkan pengalaman adalah mungkin (possible) atau biasanya disebut fenomena.
Fenomena itu adalah yang dapat dilihat dan diraba. Sedangkan yang tidak bisa dilihat atau diraba disebut juga nomena (arwah).
Untuk mengetahui hakekat matematika harus diktahui dulu apa itu dunia. Pada hakekatnya dunia ini ada dua yaitu lurus dan melingkar. Lurus artinya manusia tidak mampu mengulang suatu kejadian sama persis karena waktu akan terus berjalan. Manusia tidak akan pernah mampu mengulang waktu sehingga kehidupan akan terus berjalan. Melingkar artinya kehidupan akan terus berputar ada pagi, malam dan kembali pagi lagi, ada senang ada susah , ada pertemuan dan ada pertemuan berikutnya. Sehingga kombinasi dari lurus dan melingkar itu akan membentuk spiral. Inilah yang disebut teori hermenitika. Hermenitika merupakan kemampuan seseorang untuk menerjemahkan sesuatu. Keberadaan seseorang dianggap penting dikarenakan kemampuannya dalam menjelaskan suatu.
Menurut Ebutt dan Straker Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan, Kegiatan yang memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan, Kegiatan dan hasil-hasilnya perlu dikomunikasikan, dan Kegiatan problem solving. Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah. Itulah yang dimaksut membangun dunia matematika.
Hakikat siswa belajar matematika menurut Ebutt and Straker adalah :
1. siswa belajar matematika jika mereka mempunyai motivasi
2. siswa belajar matematika dengan caranya sendiri
3. siswa belajar matematika baik secara mandiri maupun melalui kerja sama
4. siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam belajar matematika
Oleh karena itu pembelajaran matematika harus dibuat realistik agar menjadi pembelajaran yang bermakna dan mudah diterima siswa. Matematika Realistik menekankan kepada konstruksi dari konteks benda-benda konkrit sebagai titik awal bagi siswa guna memperoleh konsep matematika. Benda-benda konkret dan obyek-obyek lingkunga sekitar dapat digunakan sebagai konteks pembelajaran matematika dalam membangun keterkaitan matematika melalui interaksi sosial. Benda-benda konkrit dimanipulasi oleh siswa dalam kerangka menunjang usaha siswa dalam proses matematisasi konkret kemabstrak. Siswa perlu diberi kesempatan agar dapat mengkontruksi dan menghasilkan matematika dengan cara dan bahasa mereka sendiri. Diperlukan kegiatan refleksi terhadap aktivitas sosial sehingga dapat terjadi pemaduan dan penguatan hubungan antar pokok bahasan dalam struktur pemahaman matematika.
Dalam pembelajaran Matematika realistik, dapat digunakan metode pendekatan gunung es (iceberg), yang terdiri dari empat tahap / tingkatan yaitu : Mathematical world orientation atau benda konkret, model material atau modeling, building Mathematical relationship atau membangun skema, dan formal notation atau notasi formal. Berikut dalah gambar penerapan metode pendekatan iceberg dalam pembelajaran pecahan campuran.Gambar 1. Pendekatan iceberg dalam pembelajaran pecahan campuran
Dalam hal ini siswa diberi permasalahan : Saya mempunyai buah apel. Berapa dan bagaimana cara saya mengubah menjadi pecahan biasa? Kemudian siswa disuruh untuk mencari jawabannya sendiri. Dalam hal tersebut siswa akan belajar matematika dari hal yang kongkrit ke hal yang formal.
Menurut Ernest (1991), hakikat pembelajaran Matematika dapat diketahui dari skema berikut ini :

Gambar 2. Skema hakekat belajar matematika (Ernest)
Pengetahuan subjective siswa akan diketahui oleh guru melalui publikasi (ujian). Kemudian kemampuan subjektif tersebut akan dikoreksi oleh guru dan guru akan membenarkan konsep yang salah. Kesalahan tersebut akan diperbaiki oleh siswa dan siswa akan memperoleh pengetahuan baru (new knowledge) . dan pada saat itu siswa akan mendapat pengetahuan objective. Selain itu, diperlukan reformulasi, representasi. Sehingga diperlukan juga metode diskusi.
Sumber : http://staff.uny.ac.id/dosen/marsigit-dr-ma
http://powermathematics.blogspot.com
Marsigit. 2010. The Iceberg Approach of Learning Fractions in Junior High School: Teachers’ Simulations of Prior to Lesson Study Activities.
Sugihartono,dkk.. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar