Minggu, 18 Desember 2011

Pengembangan Kurikulum Menuju Sekolah Bertaraf Internasional

Salah satu upaya dalam peningkatan kemampuan dan pengembangan SDM adalah pembangunan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Kegiatan atau program SBI adalah penyelenggaraan program pendidikan skala nasional dengan mutu internasional sehingga pendidikan nasional bangsa Indonesia minimal menjadi “tuan rumah” di negeri sendiri. Oleh karena itu dalam menyelenggarakan program SBI dituntut kesiapan semua unsur baik pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemerintah provinsi/pemerintah kab/kota) maupun masyarakat, tak terkecuali peran stakeholders (orang tua murid, komite sekolah, warga sekolah, dewan pendidikan serta lembaga-lembaga yang peduli pada pendidikan).

Mutu setiap Sekolah Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan melaksanakan kurikulum secara tuntas. Kurikulum merupakan acuan dalam penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal sebagai berikut:

1. Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan;

2. Menerapkan sistem satuan kredit semester

3. Memenuhi Standar Isi; dan

4. Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan.

Kurikulum Sekolah Bertaraf Internasional harus memenuhi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, serta menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sistem Kredit Semester, diperkaya dengan mangacu pada Kurikulum sekolah yang setara dari salah satu negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

Sekolah yang setara dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yaitu sekolah bertaraf internasional di luar negeri yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school”. Hal ini sesuai dengan salah satu indikator kinerja kunci tambahan dari obyek penjaminan Pengelolaan Sekolah Bertaraf Internasional, yaitu menjalin hubungan ”sister school” dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.

Pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan melalui dua cara sebagai berikut:

1. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dengan mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school”;

2. Adopsi, yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dengan mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school”.

Kurikulum Sekolah Bertaraf Internasional selain harus menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sistem Kredit Semester, harus memenuhi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan diperkaya dengan mangacu pada Kurikulum sekolah yang setara (”sister school”) dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

Oleh karena itu, dokumen kurikulum yang diperkaya adalah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.

1. Standar Isi

Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam criteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik.

Standar Isi meliputi:

a. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, diperkaya dengan mangacu pada kerangka dasar dan struktur kurikulum (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

b. Beban Belajar, diperkaya dengan mangacu pada beban belajar (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

c. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, diperkaya dengan mangacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

d. Kalender Pendidikan, diperkaya dengan mangacu pada kalender pendidikan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

e. Standar Kompetensi, diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

f. Kompetensi Dasar, diperkaya dengan mangacu pada kompetensi dasar (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

2. Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Sekolah Bertaraf Internasional tediri atas:

a. SKL Satuan Pendidikan, yang diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

b. SKL Kelompok Mata Pelajaran, yang diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

c. SKL Mata Pelajaran yang diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi lulusan mata pelajaran (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

Sumber :

Anomin. Panduan Kurikulum SBI.pdf

Ratna Susiani .2009. Kajian Sekolah Bertaraf Internasional (Sbi) Smk Negeri 2 Salatiga Dan Hubungannya Dalam Pengembangan Wilayah Sekitarnya

DEVELOPING MATHEMATICS EDUCATION IN INDONESIA

By: Marsigit

Unsur-unsur psikologi yang tercantum

Direview oleh : Ikfan Febriyana

Banyak penghambat untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia. Termasuk juga dalam pengembangan pembelajaran Matematika. Matematika yang dianggp sulit dan menakutkan oleh sebagian orang menjadi alasan tersendiri yang menghambat perkembangan pendidikan matematika di Indonesia. Tanpa disadari, hal tersebut menjadi sebuah sugesti tersendiri bagi masyarakat Indonesia yang menimbulkan efek kurang baik dalam asumsi matematika, khususnya perkembangan pembelajarannya.

Padahal matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting. Terbukti bahwa matematika diberikan di semua jenjang pendidikan. Dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Namun, pendidikan matematika yang diajarkan sejak sekolah dasar tersebut bisa saja hanya menjadi sekedar pelajaran yang harus mendapat nilai tinggi untuk lulus tanpa mengetahui lebih jauh tentang konsep-konsep matematika yang sebenarnya. Hal tersebut bukan sepenuhnnya kesalahan dari siswa, melainkan pendidik juga turut berperan dalam kesalahan tersebut. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya kesalahan konsep pendidikan matematika tersebut,diantaranya dari pihak pendidik sendiri, sebagian dari pendidik matematika di Indonesia khususnya pada tingkat sekolah menengah yang hanya mengajarkan matematika sekedar seperti yang ada pada buku, sedangkan dilihat dari kurikulum yang digunakan sebenarnya kurang sesuai dengan perkembangan pendidikan yang seharusnya

Perubahan kurikulum yang lebih disesuaikan dengan perkembangan pendidikan dapat mengembangakan pendidikan matematika menjadi lebih baik. Namun, semua itu kembali pada individu masyarakat Indonesia kembali. apakah sudah sanggup menerima dan menerapkan perubahan-perubahan baru dalam perkembangan pendidikan matematika atau belum., apabila seluruh masyarakat Indonesia siap dengan kesadaran penuh dan kesadaran pribadi bukan atas paksaan pihak manapun untuk menerima dan mengaplikasikan metode-metode serta hal-hal baru yang menunjang perkembangan pendidikan matematika maka pendidikan matematika dapat semakin berkembang dan maju, serta dapat meminimalisir bahkan menghilangkan kesalahan konsep-konsep dalam pembelajaran matematika.

Rabu, 14 Desember 2011

International Perspective On Developing Method To Uncover Psychological Phenomena Of Learning Mathematics

Mathematics has been studied for thousands of years. Much of our understanding in Mathematics comes from ancient times. Because of its profound importance, Mathematics is a topic studied from early or pre-school ages right through school. It can be studied at as a degree at university and also forms part of engineering and computer science and general science curricula at university. Mathematics is also a widespread subject of research. Mathematics as the King of other subjects,like Physics, Biology, Chemistry, Geography, Economy, etc.
The word psychology came from greek which is combined of words psyche and logos. Psyche mean soul, life, psyche, or psychiatric. And the word logos mean science, knowledge, or Study. Generally, Psychology is Study of psyche. But psyche is a abstract thing, so very difficult to study about it. Because of that only focus about its symptoms. So, Psychology is the Study of psychiatrics Symptoms. Dimyati mahmud (1998).
In Mathematics teaching-learning proses, psychology is an important things. By psychology, teachers can know about psychiatrics symptoms of student learning mathematics. The problem of learning mathematics can be identify and then can give the solution about it.
In basic principle of psycology, teachers have to concern about the form, the method and the subtance of the scheme of psychological aspect. The form of the scheme are individual, group, organitation, national, and international. Then the Method can to study, to research, to investigate, to survey, and then to evaluate after that give the psychological tests.
The aim of Psychology of Mathematics Learning is to identify, to make description, to explain and then to make theraphy or to give a solution about the problems of students learning mathematics. After teacher lean about it. Student can chose the best method for teaching, so a condusif teaching-learning prosses will happent.
Basically, mathematics is a language. So, mathematics is one tool to communicate. Mathematics learning process can be said succeed or not, it depends on how the way we communicate. If we teach it well, then the output will be good also. Conversely, if we teach it unwell, then we will make a bad output and a new problem for students.
The students have different motivation to learn mathematics. Students also have different capability for reciving new knowledge. So, teacher has to know the nature of students learn mathematics. There are two paradigm that are inovative and traditioanal. In traditional teaching-learning process, teacher only give the new teorm without give the chance for students to improve themself. But Inovative learning is a new paradigm of mathematics education, in inovatine learning, teacher only a facilitator that help student built them own mathematics word. Student can find them knowledge by themself.

Minggu, 04 Desember 2011

Hakekat Matematika dan Pembelajaran Matematika

Oleh : Ikfan Febriyana
10313244016
Mathematics Education 2010

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980 :148).
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Pengalaman diperoleh dengan cara pengindraan, kemudian terjadi proses representasi yaitu suatu proses dimana seseorang dapat menceritakan kembali pengalamannya. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atua notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.
Pada dasarnya matematika adalah pengetahuan. Hakekat pengetahuan menurut Immanuel Kant ialah menceritakan kembali pengalaman (representation) -> kesiapan (perception) -> pengetahuan (knowledge) -> konsep (concept) -> kemurnian (pure) -> penilaian (judgement). Pengetahuan akan diperoleh dari logika dan pngalaman. Logika itu adalah sebuah kepastian. Sedangkan pengalaman adalah mungkin (possible) atau biasanya disebut fenomena.
Fenomena itu adalah yang dapat dilihat dan diraba. Sedangkan yang tidak bisa dilihat atau diraba disebut juga nomena (arwah).
Untuk mengetahui hakekat matematika harus diktahui dulu apa itu dunia. Pada hakekatnya dunia ini ada dua yaitu lurus dan melingkar. Lurus artinya manusia tidak mampu mengulang suatu kejadian sama persis karena waktu akan terus berjalan. Manusia tidak akan pernah mampu mengulang waktu sehingga kehidupan akan terus berjalan. Melingkar artinya kehidupan akan terus berputar ada pagi, malam dan kembali pagi lagi, ada senang ada susah , ada pertemuan dan ada pertemuan berikutnya. Sehingga kombinasi dari lurus dan melingkar itu akan membentuk spiral. Inilah yang disebut teori hermenitika. Hermenitika merupakan kemampuan seseorang untuk menerjemahkan sesuatu. Keberadaan seseorang dianggap penting dikarenakan kemampuannya dalam menjelaskan suatu.
Menurut Ebutt dan Straker Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan, Kegiatan yang memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan, Kegiatan dan hasil-hasilnya perlu dikomunikasikan, dan Kegiatan problem solving. Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah. Itulah yang dimaksut membangun dunia matematika.
Hakikat siswa belajar matematika menurut Ebutt and Straker adalah :
1. siswa belajar matematika jika mereka mempunyai motivasi
2. siswa belajar matematika dengan caranya sendiri
3. siswa belajar matematika baik secara mandiri maupun melalui kerja sama
4. siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam belajar matematika
Oleh karena itu pembelajaran matematika harus dibuat realistik agar menjadi pembelajaran yang bermakna dan mudah diterima siswa. Matematika Realistik menekankan kepada konstruksi dari konteks benda-benda konkrit sebagai titik awal bagi siswa guna memperoleh konsep matematika. Benda-benda konkret dan obyek-obyek lingkunga sekitar dapat digunakan sebagai konteks pembelajaran matematika dalam membangun keterkaitan matematika melalui interaksi sosial. Benda-benda konkrit dimanipulasi oleh siswa dalam kerangka menunjang usaha siswa dalam proses matematisasi konkret kemabstrak. Siswa perlu diberi kesempatan agar dapat mengkontruksi dan menghasilkan matematika dengan cara dan bahasa mereka sendiri. Diperlukan kegiatan refleksi terhadap aktivitas sosial sehingga dapat terjadi pemaduan dan penguatan hubungan antar pokok bahasan dalam struktur pemahaman matematika.
Dalam pembelajaran Matematika realistik, dapat digunakan metode pendekatan gunung es (iceberg), yang terdiri dari empat tahap / tingkatan yaitu : Mathematical world orientation atau benda konkret, model material atau modeling, building Mathematical relationship atau membangun skema, dan formal notation atau notasi formal. Berikut dalah gambar penerapan metode pendekatan iceberg dalam pembelajaran pecahan campuran.Gambar 1. Pendekatan iceberg dalam pembelajaran pecahan campuran
Dalam hal ini siswa diberi permasalahan : Saya mempunyai buah apel. Berapa dan bagaimana cara saya mengubah menjadi pecahan biasa? Kemudian siswa disuruh untuk mencari jawabannya sendiri. Dalam hal tersebut siswa akan belajar matematika dari hal yang kongkrit ke hal yang formal.
Menurut Ernest (1991), hakikat pembelajaran Matematika dapat diketahui dari skema berikut ini :

Gambar 2. Skema hakekat belajar matematika (Ernest)
Pengetahuan subjective siswa akan diketahui oleh guru melalui publikasi (ujian). Kemudian kemampuan subjektif tersebut akan dikoreksi oleh guru dan guru akan membenarkan konsep yang salah. Kesalahan tersebut akan diperbaiki oleh siswa dan siswa akan memperoleh pengetahuan baru (new knowledge) . dan pada saat itu siswa akan mendapat pengetahuan objective. Selain itu, diperlukan reformulasi, representasi. Sehingga diperlukan juga metode diskusi.
Sumber : http://staff.uny.ac.id/dosen/marsigit-dr-ma
http://powermathematics.blogspot.com
Marsigit. 2010. The Iceberg Approach of Learning Fractions in Junior High School: Teachers’ Simulations of Prior to Lesson Study Activities.
Sugihartono,dkk.. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

To Uncover Multicultural Psychological Aspects / Phenomena of Mathematics Education

By : Ikfan Febriyana

International Mathematics Educations

Differences the place is influence differences of culture. It makes the multicultural in many aspects, including in mathematics education. The success of teaching-learning process in Mathematics is depends on the methods that used. The methods can be tailored to the condition or local culture of each school. Because of the differences of culture, and method in mathematics education, in this article will try to uncover multicultural psychological phenomena of mathematics education.

Diverse student populations have diverse world views of mathematics. Including, different student’s motivation for learning mathematics. Up to now, we still hear many students who complained that mathematics is seen as a frightening subject, uninteresting, and difficult to do, also not related much to daily needs. One of the teacher’s efforts in increasing the student’s motivation is by making mathematics learning become enjoyable, interesting fro it’s connected to daily needs. By maximizing (optimalizing) the use of some teaching aids and tools for demonstration it is expected to be able to help the process of student’s abstraction, which covers student’s difficulty in learning.

As the specialist researcher in mathematics education, my lecturer Mr. marsigit shared his experiences for uncovering multicultural psychological phenomena of mathematics education. He attended a symposium that was followed by APEC countries members. It was done in Ubon, Thailand on November, 2nd-5th 2011. The symposium had a theme, “innovation on Problem Solving Based Mathematics Textbooks and E-textbooks”.

In there Mr. Marsigit presented his paper with tittle is “Teachers’ Simulation on Developing Problem Solving-Based Mathematics Textbook in Vocational Senior High School Mathematics Teaching in Indonesia”. Next activity was as a observer in “open class”. In open class, Mr. Marsigit as an observer in 1st grade in elementary school. In this class, students learn about how to calculate the sum of 13 dragonfly. The teacher give students a paper that contain colorful picture of 13 dragonfly , Then teacher let the students using any method to calculate the sum of dragonfly. There was student that using method by giving number in every dragonfly. Some of them gave a line and cross line in dragonflies picture and some of them used a beam to give a sign dragonflies that had been calculated. After all students finished the problem, then they presented their method to calculate the sum of dragonfly in front of their friends. It is as one way to increase students ability of speaking and giving opinion.

Mr. marsigit also as a commentator in invited speaking presentation in that event. The invited speakers came from APEC members’ country; they were Prof. Ivan Vyosotsky (Russia) and Prof. Uthith Imprasit (Thailand). From Russia, he presented about theorem of probability in Junior High School, and from Thailand, he presented how modeling as a problem solving. In this event, there are many insights about mathematics education from various experts. Prof. Shizumi Shimizu for Thai participants from Japan presented “In principle, Mathematics activities carried out as problem solving”. The sequence of it by starting with : generating wonder and questions, formulating problems by formalizing them understanding the problems, planning, implementing and reflecting on solution processes. He told that more important of his presentation is “end of a problem solving must be start for next challenge”. And problem solving in mathematics is a start of new mathematics problem that more complex, because of mathematics is continuous Learning process.

Prof. Masami Isoda presented that there are 3 big problems : the challenge of integrating student’s perspectives into teaching practice, the gap between theories / research and practices and the lack of learning theories on teachers and educators. Essentials of design approach by design based on adidactical adaption (conjecturing that factorized by conceptualizing, proving, problem solving, and procedural generating)

From this article, it’s known that there are differences of culture, and method in mathematics education from each country or school. As the candidate of mathematics teacher, we have to choose the best method for teaching That is depends on culture, social, and condition each of country.

Source :

http://apec-lessonstudy.kku.ac.th

http://staff.uny.ac.id/dosen/marsigit-dr-ma

http://powermathematics.blogspot.com

http://ikfanf.blogspot.com

Minggu, 12 Juni 2011

Teaching-Learning Mathematics Through English

In Globalization era right now, english is an important thing. Many activity use english because english is global laguage. We can communicate with other people in other country easily by english. With good english, we able to compete in the global marketplace. So, If we can’t speak english we can’t be sucess. Because of that many international schools appear. In international school, students not only learn about science but also lern about english. In international school, teaching-learning process use english as a deliver language.

In other one, Mathematics also very important. mathematic is the mother of science. mathematic is used by other subject, such as biology, physics, chemical, and etc. As candidate of mathematic teacher, we must have ability to deliver mathematics through english. we are expected not only capable in Mathematics, but also have to be competent in english.

Teaching learning mathematic through english is not easy. We must have a good preparation for it. Because we not only learn about mathematics, but also must learn how to communicate mathematic through english. Communicate in english is a dificuly thing for some people. Because of that, we must have ability and skill, and also supported by a strong willingness and have a bravery. Confidence is an importance thing to teach mathematics through english.

There are a lot of capability that we need to be perfect when communicate mathematics in English. Because we will teach mathematics so we must know mathematical symbol and mathematical terms in english, We also have to know the basics of english such as speaking, reading, writing, expressing, listening, translating and presenting , we also need to expert in grammar, tenses, adjective, adverb, vocabulary and etc . With all of that we can know all words that we use and also understand the sentences. Then we can communicate mathematics in English fluently.

In the mathematics teaching-learning process through English, we should not use full English first. Because, not all students have good english. So, we can use billingual way, that sometimes used Indonesian and sometimes use English. The aim is to give mathematics concept first to the students. And after that we can improve english step by step.

A condusive communication is also an important thing in teaching-learning proses, we must make a conducive communication to student . By a condusive communication, it will be a condusive teaching learning proses. A condusive communication can start from simple things, such as greeting in the class before lesson by saying ‘good morning’, ‘how are you ?’, and etc. Giving a joke in the lesson also can build a condusive comunication. And also always smile with the students. There are some strategies in our teaching process , such as slower speaking speed, don’t rush., louder volume and project the voice, clearer utterance of the words, establish eye contact with everyone, and also full self-confidence

In the Mathematics teaching-learning through English, we will find many problems. As a teacher, we must be ready for it and make a good preparations before. We must always make a new things and a new inovation in teaching mathematics . and also we must increase our capability, Not only to increase our knowledge in mathematics, but also in English. As candidate of good mathematic teacher, we must improve our english and our mathematics, so we can communicate mathematic in English fluently. By good English and good mathematics. we able to compete in the global marketplace and we can be a sucessfull men.

Kamis, 26 Mei 2011

NEW PARADIGM OF TEACHING MATHEMATICS

Mathematics is a study on the changes, space, structure and quantity. Mathematics arises because human thoughts and ideas related to reasoning. Mathematics is divided into 2 types. These are pure mathematics and mathematics school. Pure Mathematics is the mathematics which underlies all applications. Pure Mathematics is just for Student in university. And, Mathematics school is Mathematics which taught in Elementary School, Junior High School, and Senior High School. Mathematics School, Containing concret and factual problem. Ebutt and Straker (1995) defined Matemathics School as follow:

* · Mathematics is a search for pattern and relationship, enlarge the student to search pattern and relationship.

* · Mathematics is problem solving activity.

* · Mathematics is investigation activity.

* · Mathematics is a mean of communication.

The teacher needs teaching paradigm of teaching mathematics. Actually, There are two types of paradigm of teaching mathematics. The first one is old paradigm. In the old paradigm of teaching, the teacher’s knowledge is transferred to passive learners. So, there just one way communication, that is from teacher to student. So the student can’t improve their talent optimally. In a research, most teacher spend 75% their math time (closer to 90 persen for many) on paper-and-pencil drill, with students practising arithmathic skill in isolation from problem-solving situation. The absolute, necessary, and sufficient requirement for teachers in this context is complete mastery of the content. The classic classroom is the teacher lecturing and students listening. The students are silent, passive, and in competition with each other. It can cause Impersonal relationships among students and between faculty and students. If a teacher is still using the old paradigm, then students will not progress. The potential of student will lethal.

And the second one is new paradigm. The new paradigm of teaching is progressive teaching. In progressive teaching, the paradigm of education is to construct the student’s knowledge, by themselves. So, there is a reform from traditional teaching to progressive teaching with the new paradigm. In this teaching method, the student is similar with a seed that grow and blossom out. The teacher just facilitate the student as like a farmer. The final goal of progressive teaching is classroom based assessment which is much different from national examination . In new paradigm, there are a lot of ways for students to improve their skills. Students must interest in finding solutions of problems. Notice that don’t be afraid if you can not solve the problems. In mathematics, there are a lot of ways to solve a problem. If you still can not solve the problem, you can ask to your teacher. The teacher discuss the problem with the students until the student understand how to solve the problem.

The problem is if we deliver mathematics for younger student. We need appropriate methods for child and is equivalent to children’s physicology . As an educator, we must be able to customize the content of mathematics with children's ability not to adjust children with mathematics. Mathematic for younger student also must appropriate with world of children. So, we must know about the aspects of world of children. If our mathematics is not matching with world of children, we can be underestimated. The implication is the teacher need to change the paradigm of teaching. we need to break the old paradigm about teach mathematics. As a teacher our paradigm must be changed from old paradigm become new paradigm. Because with new paradigm, student must be active in learning process to construct on build mathematics. Because constructing mathematics not only an adult (teacher) obligation but also everyone or by the other students.

Selasa, 05 April 2011

math in love

Cintaku bagai sebuah fungsi
Yang melaju tak terbendung secara eksponensial
Ingin kukuadratkan secara sempurna
Menjadi grafik fungsi cinta abadi

Cintaku tak terdiffrensialkan secara parsial apalagi
secara implisit
Tetapi terintegralkan secara rasional
Aku tak ingin lagi berjalan seperti aritmatik
Tetapi ingin kuberlari seperti geometrik

Hatiku terus bergejolak, terasa ganjil, dan sulit
kuregresikan
Analisis secara real pun tak banyak membantu
Alangkah kompleksnya mencari titik kestabilan sistem
cinta ini
Oh, hidupku menjadi tak terdefinisi

Laju perubahan cintaku terhadap waktu sungguh cepat
Tetapi tak beraturan seperti kurva sinus yang
bergejolak
Kalkulus pun menangis, hatinya menjerit menatapku
Karena merasa sosoknya tak berguna lagi di himpunan
ini

Ingin rasanya ku transformasikan cinta ini
Dan mengkonversinya menjadi bilangan cinta
Sehingga kuperoleh titik singgung antara hatiku dan
hatinya
Dan menggapai kehidupan yang terdefinisi

Limit perbedaan antara kita, tak menjadi kendala
bagiku
Keyakinanku sudah mencapai titik maksimum
Mari kita substitusikan dua fungsi cinta ini
Menjadi satu persamaan fungsi cinta abadi


karya: yekti