Bait cinta dalam kaidah Matematika
Bergembira bersama MATEMATIKA
Senin, 28 Mei 2012
Developing International Class of Mathematics in Indonesia
Minggu, 01 April 2012
Permainan Dakonmatika Sebagai Media Pembelajaran Matematika Topik Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) Dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) Bagi Siswa Sekolah Dasar
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pembelajaran matematika topik FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dan KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dengan menggunakan permainan Dakonmatika dan untuk menguji kualitas Dakonmatika untuk pembelajaran matematika topik FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dan KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil).
Metode dalam penelitian ini dimulai dengan pembuatan Dakonmatika kemudian dilakukan penilaian media dengan menggunakan angket kepada peer reviewer dan reviewer. Aspek kriteria kualitas permainan Dakonmatika meliputi beberapa indikator, diantaranya kebenaran konsep, keluasan dan kedalaman konsep, dan keterlaksanaan.
Hasil penelitian Dakonmatika untuk pembelajaran matematika topik FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dan KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) pada aspek A (Kebenaran konsep) mendapatkan penilaian sangat baik oleh peer reviewer dan mendapatkan penilaian baik oleh reviewer. Pada aspek B (Keluasan dan Kedalaman konsep) mendapatkan penilaian baik oleh peer reviewer dan mendapatkan penilaian cukup oleh reviewer. Pada aspek C (Keterlaksanaan) mendapatkan penilaian sangat baik oleh peer reviewer dan mendapatkan penilaian sangat baik oleh reviewer.
Kata kunci : Dakonmatika, FPB, KPK
Jumat, 13 Januari 2012
Memahami Gejala Jiwa Siswa Belajar Matematika Guna Membangun Dunia Psikologi Pembelajaran Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta
Tugas seorang guru adalah membantu siswanya mendapatkan informasi, ide-ide, keterampilan-keterampilan, nilai-nilai dan cara-cara berfikir serta mengeemukakan pendapat, termasuk dalam pembelajaran Matematika. Namun Setiap siswa memiliki keunikan dan karakteristik sendiri-sendiri dalam belajar matematika. Keunikan dan karakteristik serta gejala jiwa siswa dalam belajar matematika dapat dipelajari dalam psikologi pembelajaran matematika. Dengan mengetahui hal tersebut guru akan mampu menganalisis kesulitan siswa dalam belajar. Sehingga dapat dicari solusi untuk mengatasi hal tersebut.Situasi pembelajara yang menyenangkan akan lebih mudah dikondisikan.
Dari uraian diatas muncul beberapa pertanyaan : Apasaja gejala kejiwaan siswa belajar matematika? Dan bagaimana membangun dunia psikologi pembelajaran matematika?
B. Pembahasan
1. Teori-teori Pembelajaran
Berikut adalah beberapa tokoh psikologi dengan teori-teori pembelajarannya.
a. Jerome Bruner
Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
(1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
b. Jean Piaget
Jean Piaget lahir di Neuchatel (Switzerland) pada 9 Agustus 1896. Ia meninggal di Jenewa pada 16 September 1980. Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
c. Vygotsky
Vygotsky adalah salah seorang tokoh konstrutivisme . Dia seorang sarjana Hukum, lulusan dari Universitas Moskow pada tahun 1917. Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan ,pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi. Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung, dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa.
d. Skinner
Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) berkebangsaan Amerika yang lahir 20 Maret 1904, di kota kecil Pennsylvania Susquehanna. Menurut Skinner unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
2. Gejala Kejiwaan siswa belajar matematika
Gejala kejiwaan seorang siswa belajar Matematika merupakan seluruh gejala yang dapat dilihat sebagai perbedaan kondisi psikis seorang siswa dalam proses pembelajaran Matematika. Sebelum berbicara tentang gejala kejiwaan siswa belajar matematika, perlu diketahui dulu tentang hakekat siswa belajar matematika. Menurut Ebbutt dan Straker (1995), hakikat siswa belajar Matematika yaitu :
a. Siswa akan belajar Matematika apabila mereka mempunyai motivasi.
Motivasi merupakan hal penting yang harus dimiliki siswa, baik berasal secara intrinsik maupun ekstrinsik. Siswa yang memiliki motivasi tinggi tentu akan lebih mudah dalam menagkap pelajaran. Dan sebaliknya siswa yang memiliki motivasi rendah akan sulit dalam belajar.Dari dalam diri siswa itu sendiri harus terdapat motivasi belajar Matematika yang kuat.
b. Siswa belajar Matematika dengan cara mereka masing-masing.
Setiap orang dilahirkan berbeda da memiliki keunikan sendiri-sendiri. Sehuingga gru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun konsep mereka masing-masing dengan cara mereka sendiri. Dalam hal ini, guru mengawasi dan mengarahkan siswanya apabila terdapat siswa yang salah memahami konsep Matematika.
c. Siswa belajar Matematika secara mandiri maupun kelompok.
Siswa sebagai manusia merupakan individu yang memiliki kemampuan sendiri-sendiri, sehingga belajar sesuai kemamuannya. Namun siswa juga makhluk sosial yang juga bisa bekerja sama satu sama lain termasuk dalam belajar.
d. Siswa belajar Matematika secara kontekstual.
Siswa belajar Matematika tidak terlepas dari konteks ruang dan waktu, sehingga siswa memerlukan situasi dan waktu berbeda-beda dalam belajar Matematika
Sedangkan Menurut Ernest (1991), hakikat pembelajaran Matematika dapat diketahui dari skema berikut ini :
Gambar 1. Skema hakekat belajar matematika (Ernest)
Pengetahuan subjective siswa akan diketahui oleh guru melalui publikasi (ujian). Kemudian kemampuan subjektif tersebut akan dikoreksi oleh guru dan guru akan membenarkan konsep yang salah. Kesalahan tersebut akan diperbaiki oleh siswa dan siswa akan memperoleh pengetahuan baru (new knowledge) . dan pada saat itu siswa akan mendapat pengetahuan objective. Selain itu, diperlukan reformulasi, representasi. Sehingga diperlukan juga metode diskusi
Ada beberapa bentuk gejala jiwa yang sering muncul dalam bidang pendidikan. Diantaranya pengindraan dan presepsi, memori, berfikir , intelegensi, emosi serta motivasi. (Psikologi pendidikan, 2007 : 22). Bentuk-bentuk gejala jiwa tersebut sangat mendasari dan mempengarusi berbagai perilaku peserta didik maupun pendidik.
Penginderaan adalah proses masuknya stimulus ke dalam alat indera manusia. Selanjutnya stimulus tersebut akan masuk ke dalam otak yang kemudian akan diterjemahkan. Kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera disebut dengan persepsi. Setiap siswa dalam belajar khususnya dalam belajar matematika maka masing-masing siswa akan memiliki pengindraan dan presepsi yang berbeda dalam mengamati obyek yang sama. Sehingga pendidik harus mengetahui hal tersebut.
Memori adalah proses masuknya pesan dalam ingatan, kemudian menyimpan pesan itu sendiri, dan memunculkan kembali pesan tersebut. Dalam dunia pendidikan siswa memiliki meori yang berbeda-beda. Hal tersebut akan mempengaruhi cara siswa dalam belajar. Siswa
Berfikir adalah Aktifitas kognitif manusia yang cukup kompleks . karena dalam proses berfikir, bentuk gejala jiwa yang terlibat antara lain penginderaan, persepsi, maupun memori. Proses berfikir dialami seorang individu pada saat menemui masalah dan berusaha untuk memecahkannya. Kemampuan berfikir antara siswa satu dengan siswa yang lain tentu berbeda. Sehingga berfikir merupakan salah satu gejala jiwa yang harus di perhatikan.
Intelegensi didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan untuk belajar, dan kemampuan untuk berfikir abstrak. Meskipun sumbangannya tidak terlalu besar, intelegensi bersama dengan kemampuan mental yang lain memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Termasuk dalam proses belajar. Karena dengan intelegensi yang tinggi siswa akan cenderung mudah dan cepat dalam menangkap pengetahuan baru. Perbedaan intelegensi setiap siswa juga merupakan gejala jiwa dalam pembelajaran.
Emosi diartikan sebagai tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot menegang, jantung berdebar. Sedangkan motivasi diartikan sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Emosi setiap siswa tentu berbeda-beda dan emosi akan mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi tinggi tentu akan lebih mudah dalam menagkap pelajaran. Dan sebaliknya siswa yang memiliki motivasi rendah akan sulit dalam belajar.
Contoh gejala kejiwaan siswa belajar Matematika yang lain yang dapat menunjang pembelajaran Matematika antara lain : perhatian, relevansi, kepercayaan diri, kepuasan, malu dengan teman bila mendapat nilai rendah, dan lain-lain. Sedangkan contoh gejala kejiwaan siswa belajar Matematika yang lain yang tidak menunjang pembelajaran Matematika antara lain : bersikap masa bodoh, minder, berfikir jangka pendek, cepat bosan, dan lain-lain.
Pada dasarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar matematika. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar individu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni: (1) Faktor internal (faktor dari dalam individu), yaitu keadaan/ kondisi jasmani dan rohani individu. (2) Faktor eksternal (faktor dari luar individu), yaitu kondisi lingkungan di sekitar individu. (3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar individu yang meliputi strategi dan metode yang digunakan individu untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
3. Membangun dunia Psikologi Pembelajaran Matematika
Telah diketahui bahwa siswa merupakan individu yang unik dan berbeda beda. Setiap anak memiliki kemampuan dan sifat yang berbeda termasuk dalam belajar matematika. Setiap siswa juga memiliki gaya belajar yang berbeda beda. Padahal sebagai seorang guru tentunya harus semaksimal mungkin dalam memberikan pelajaran kepada siswanya. Sehingga seorang guru harus mampu membaca setiap gejala jiwa peserta didik sehingga mampu memberikan solusi atau memberikan perlakuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika.
Psikologi pembelajaran matematika memberikan pengetahuan kepada seorang guru tentang gejala kejiwaan siswa belajar matematika. Dengan diketahuinya hal tersebut diharapkan guru dapat memberikan situasi pembelajaran matemattika yang menyengkan. Pembelajaran matematika yang menyenangkan dapat dimulai dari pembelajaran matematika yang realistik. Matematika Realistik menekankan kepada konstruksi dari konteks benda-benda konkrit sebagai titik awal bagi siswa guna memperoleh konsep matematika. Benda-benda konkret dan obyek-obyek lingkunga sekitar dapat digunakan sebagai konteks pembelajaran matematika dalam membangun keterkaitan matematika melalui interaksi sosial. Benda-benda konkrit dimanipulasi oleh siswa dalam kerangka menunjang usaha siswa dalam proses matematisasi konkret kemabstrak. Siswa perlu diberi kesempatan agar dapat mengkontruksi dan menghasilkan matematika dengan cara dan bahasa mereka sendiri. Diperlukan kegiatan refleksi terhadap aktivitas sosial sehingga dapat terjadi pemaduan dan penguatan hubungan antar pokok bahasan dalam struktur pemahaman matematika.
Untuk membangun dunia Psikologi Pembelajaran Matematika hal yang termudah untuk dilakukan adalah dengan menjadikan Psikologi pembelajarn matematika sebagai sebuah kebutuhan untuk mempersiapkan kegiatan pembelajaran matematika yang lebih baik.
C. Kesimpulan
Psikologi pembelajaran matematika memberikan pengetahuan kepada seorang guru tentang gejala kejiwaan siswa belajar matematika. Dengan diketahuinya hal tersebut diharapkan guru dapat memberikan situasi pembelajaran matemattika yang menyengkan. Dan mampu menanggulangi kesulitan siswa belajar matematika. Dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru harus memperhatikan gejala-gejala siswa dalam belajar matematika. Gejala yang sering munjul dalam pembelajran adalah pengindraan dan presepsi, memori, berfikir , intelegensi, emosi serta motivasi. Faktor faktor yang mempengaruhi siwa dalam belajar juga harus diperhatikan oleh seorang guru.
D. Daftar Pustaka
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Dr. Marsigit. 2004. Inovasi Pembelajaran untuk Meningkatkan Gairah Siswa dalam Belajar. diunduh dari http://staff.uny.ac.id
http://powermathematics.blogspot.com
http://staff.uny.ac.id/dosen/marsigit-dr-ma
Minggu, 18 Desember 2011
Pengembangan Kurikulum Menuju Sekolah Bertaraf Internasional
Salah satu upaya dalam peningkatan kemampuan dan pengembangan SDM adalah pembangunan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Kegiatan atau program SBI adalah penyelenggaraan program pendidikan skala nasional dengan mutu internasional sehingga pendidikan nasional bangsa Indonesia minimal menjadi “tuan rumah” di negeri sendiri. Oleh karena itu dalam menyelenggarakan program SBI dituntut kesiapan semua unsur baik pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemerintah provinsi/pemerintah kab/kota) maupun masyarakat, tak terkecuali peran stakeholders (orang tua murid, komite sekolah, warga sekolah, dewan pendidikan serta lembaga-lembaga yang peduli pada pendidikan).
Mutu setiap Sekolah Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan melaksanakan kurikulum secara tuntas. Kurikulum merupakan acuan dalam penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal sebagai berikut:
1. Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan;
2. Menerapkan sistem satuan kredit semester
3. Memenuhi Standar Isi; dan
4. Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum Sekolah Bertaraf Internasional harus memenuhi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, serta menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sistem Kredit Semester, diperkaya dengan mangacu pada Kurikulum sekolah yang setara dari salah satu negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
Sekolah yang setara dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yaitu sekolah bertaraf internasional di luar negeri yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school”. Hal ini sesuai dengan salah satu indikator kinerja kunci tambahan dari obyek penjaminan Pengelolaan Sekolah Bertaraf Internasional, yaitu menjalin hubungan ”sister school” dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.
Pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan melalui dua cara sebagai berikut:
1. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dengan mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school”;
2. Adopsi, yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dengan mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school”.
Kurikulum Sekolah Bertaraf Internasional selain harus menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sistem Kredit Semester, harus memenuhi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan diperkaya dengan mangacu pada Kurikulum sekolah yang setara (”sister school”) dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
Oleh karena itu, dokumen kurikulum yang diperkaya adalah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.
1. Standar Isi
Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam criteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik.
Standar Isi meliputi:
a. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, diperkaya dengan mangacu pada kerangka dasar dan struktur kurikulum (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
b. Beban Belajar, diperkaya dengan mangacu pada beban belajar (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
c. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, diperkaya dengan mangacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
d. Kalender Pendidikan, diperkaya dengan mangacu pada kalender pendidikan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
e. Standar Kompetensi, diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
f. Kompetensi Dasar, diperkaya dengan mangacu pada kompetensi dasar (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
2. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Sekolah Bertaraf Internasional tediri atas:
a. SKL Satuan Pendidikan, yang diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
b. SKL Kelompok Mata Pelajaran, yang diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
c. SKL Mata Pelajaran yang diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi lulusan mata pelajaran (atau istilah lain yang sejenis) salah satu sekolah dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah dijalin hubungan sebagai ”sister school” sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
Sumber :
Anomin. Panduan Kurikulum SBI.pdf
Ratna Susiani .2009. Kajian Sekolah Bertaraf Internasional (Sbi) Smk Negeri 2 Salatiga Dan Hubungannya Dalam Pengembangan Wilayah Sekitarnya
DEVELOPING MATHEMATICS EDUCATION IN INDONESIA
By: Marsigit
Unsur-unsur psikologi yang tercantum
Direview oleh : Ikfan Febriyana
Banyak penghambat untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia. Termasuk juga dalam pengembangan pembelajaran Matematika. Matematika yang dianggp sulit dan menakutkan oleh sebagian orang menjadi alasan tersendiri yang menghambat perkembangan pendidikan matematika di Indonesia. Tanpa disadari, hal tersebut menjadi sebuah sugesti tersendiri bagi masyarakat Indonesia yang menimbulkan efek kurang baik dalam asumsi matematika, khususnya perkembangan pembelajarannya.
Padahal matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting. Terbukti bahwa matematika diberikan di semua jenjang pendidikan. Dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Namun, pendidikan matematika yang diajarkan sejak sekolah dasar tersebut bisa saja hanya menjadi sekedar pelajaran yang harus mendapat nilai tinggi untuk lulus tanpa mengetahui lebih jauh tentang konsep-konsep matematika yang sebenarnya. Hal tersebut bukan sepenuhnnya kesalahan dari siswa, melainkan pendidik juga turut berperan dalam kesalahan tersebut. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya kesalahan konsep pendidikan matematika tersebut,diantaranya dari pihak pendidik sendiri, sebagian dari pendidik matematika di Indonesia khususnya pada tingkat sekolah menengah yang hanya mengajarkan matematika sekedar seperti yang ada pada buku, sedangkan dilihat dari kurikulum yang digunakan sebenarnya kurang sesuai dengan perkembangan pendidikan yang seharusnya
Perubahan kurikulum yang lebih disesuaikan dengan perkembangan pendidikan dapat mengembangakan pendidikan matematika menjadi lebih baik. Namun, semua itu kembali pada individu masyarakat Indonesia kembali. apakah sudah sanggup menerima dan menerapkan perubahan-perubahan baru dalam perkembangan pendidikan matematika atau belum., apabila seluruh masyarakat Indonesia siap dengan kesadaran penuh dan kesadaran pribadi bukan atas paksaan pihak manapun untuk menerima dan mengaplikasikan metode-metode serta hal-hal baru yang menunjang perkembangan pendidikan matematika maka pendidikan matematika dapat semakin berkembang dan maju, serta dapat meminimalisir bahkan menghilangkan kesalahan konsep-konsep dalam pembelajaran matematika.